Sama dengan selera musik, selera makan memang berbeda antara
satu orang dengan lainnya. Bagi aku, satu potong ayam balado di warung padang
pinggir jalan jauh lebih enak dibandingkan braised
veal cheek with tao cheo chinese miso garlic and grilled polenta cake yang
aku makan di salah satu restoran terkenal di Jakarta.
Ketika di Bali, kakak aku ngajak makan di Handkase mit
Musik. Kalau diterjemahkan, ini berarti Handkase dan musik. Handkase itu
makanan khas Frankfurt berupa keju yang dibuat dengan satu tangan dan
diasinkan. Makanannya dengan cacahan bawang putih yang ditaburkan di atasnya. Gabungan
antara keju dan bawang putih ini akan menimbulkan ‘musik’ berupa kentut.
Tetap, buat aku, satu bungkus gado-gado terasa lebih enak
dari Handsake mit Musik. Bagi orang lain, ayam balado jauh dari braised veal,
dan gado-gado juga kebanting dengan Handkase mit Musik. Selera orang
berbeda-beda.
Sama halnya dengan durian. Aku adalah penggemar durian nomor
satu di dunia. Buat aku, daripada ngasih bunga, di hari Valentine cowok
seharusnya memberikan durian kepada ceweknya. Buat apa cowok ngasih bunga ke
cewek? Bunga gak bisa dimakan berduaan. Beda kalau durian. Dengan ngasih durian
ke si cewek, cowok bisa pacaran sambil makan durian bareng.
Aku suka durian dalam bentuk apa pun: mentah, dibakar, atau
pun dimakan dengan ketan. Makanan berbahan dasar durian yang paling aku suka
adalah pancake durian medan. Durian yang diolah menjadi kue pancake ini dikasih
krim dan akhirnya dibungkus dengan lapisan pandan. Buat aku, makan pancake
durian itu kayak mati keenakan, masuk surga, lalu di surga dikasih pancake
durian lagi, lalu mati lagi, begitu seterusnya.
Tapi, karena baunya, ada juga beberapa orang yang tidak suka
durian. Contohnya, di Bangkok banyak hotel yang melarang durian dibawa masuk. Sewaktu
aku nginep di Pekanbaru, mbak-mbak resepsionisnya juga ngasih tahu bahwa durian
tidak diperbolehkan masuk ke hotel tersebut.
Perbedaan selera makan itu aku rasain betul dengan teman
kampus aku, Esti. Saat itu, September 2011, aku lagi duduk santai di lobby kampus. Esti muncul dari pintu
masuk lobby, nyamperin aku dengan
muka yang sangat senang. Sambil menghela napas puas, dia bertanya, ‘Yu, tau gak
aku abis makan apa?’
‘Apaan?’
‘Kupang lontong, makanan enak
abis. Ada di kantin Fakultas Teknik.’
‘Apaan tuh? Beneran enak kah?’
‘Huidihhh.’ Esti merem-melek sebentar. Lalu, dia memberikan
dua jempolnya, ‘ENAK ABIS!’
Ketika seseorang menyempatkan diri sebentar untuk
merem-melek sebelum akhirnya bilang ‘enak abis’, pasti makanan tersebut memang
beneran enak.
Karena aku orangnya gampang penasaran, sepanjang hari aku
membayangkan seperti apa rasa makanan bernama kupang lontong. Terngiang-ngiang
di kepala aku: kupaanngg lontongggg… kupaannngg lontonggg. Pas malem-malem
mungkin aku ngingo, ‘Kupang…. Sini Kupang…, ayo… sini.’
Keesokan harinya, dengan rasa penasaran yang sangat tinggi,
aku ke Fakultas Teknik untuk melihat keberadaan kupang lontong tersebut. Pas aku
nyampe di sana, ternyata tempat jualan kupang lontong ini adalah sebuah warung
makan seperti kaki lima. Hanya ada satu meja yang terisi, aku mendekati
penjualnya yang bertubuh gemuk dan berambut pendek.
‘Mbak, kupang lontongnya satu!’ seruku yakin.
Si Mbak hanya mengangguk dan mulai meracik makanannya. Tampaknya
dia sering mendengar orang memesan seperti ini.
Terus terang, saat aku memesannya pun aku gak tahu wujud
asli kupang lontong. Menurut logika sederhana aku: kupang lontong adalah
lontong dari daerah Kupang. Ketika makanan sudah dihidangkan, aku melihat ada
lontong dengan benda kecil-kecil mirip upil yang ditaruh di sekeliling lontong
tersebut. Aku menerka benda apakah ini, sambil menyentuhnya. Ternyata licin dan
baunya amis banget. Si Mbak yang melihat aku langsung bilang, ‘Itu kupang,
Mbak. Kupang itu remis kecil. Sehat.’
Aku baru ngerti, ternyata kupang adalah nama binatang, yaitu
sejenis remis atau kerang kecil. Aku mencoba mengendus-endus. Tapi, kenapa
baunya amis gini? Penyek-penyek. Gigitan pertama… slurp. Terasa licin pas aku telan. Kalau Bondan Winarno abis makan
enak bilang ‘Mak Nyus!’, aku yakin abis makan kupang ini dia akan teriak, ‘MAAAK,
TOLONG MAKKK!’
Aku berusaha setengah mati menelan kupang lontong tersebut. Aku
bingung, kenapa Esti bisa bilang makanan ini enak. Aku lihat ke meja belakang
aku, ada seorang mas-mas dengan pacarnya lagi makan berdua. Mereka terlihat
sangat menikmati makan kupang lontong. Aku menggeleng tidak percaya.
‘Enak, Mbak?’
Aku mengangguk.
‘Kalo enak, dimakan lagi dong, Mbak,’ kata si Mbak.
Aku melotot.
Dia menaruh lebih banyak kupang ke piring aku, ‘Monggo, Mbak.’
Aku makin melotot. Si Mbak nungguin aku makan.
Setelah tatap-tatapan cukup lama, akhirnya aku menyendokkan
kupang ke mulut. Aku merasakan kupang-kupang itu menyentuh lidah, lalu aku
menggeleng-geleng hebat.
‘Enak sekali ya, Mbak? Makannya sampai begitu?’ tanya dia.
Dengan kupang lontong masih penuh di dalam mulut, aku
menjawab, ‘EWNWAKHH!!!’
Setelah menelan paksa seporsi kupang lontong ekstra kupang,
aku kembali ke kampus. Aku protes sejadi-jadinya ke Esti atas rekomendasi yang
dia berikan. Setelah mendengarkan aku ngomel-ngomel, respon Esti sederhana. Dia
cuma bilang, ‘Kamu tuh gak suka soalnya cuma nyobain satu piring. Coba dulu dua
piring, Yu. Pasti nagih.’
‘DUA PIRING DARI HONG KONG!’ sambarku sewot. ‘Satu sendok
aja aku susah nelennya!’
‘Kamu tahu gak kupang makan apa?’
‘Apaan?’
‘Orang-orang itu biasanya mancing kupang pake kotoran
manusia.’
‘Kenapa kamu gak bilang dari awal?!’
Esti cuma cengengesan. Lalu, sembari menepuk pundakku, dia
berkata, ‘Payah kamu, Yu. Kamu gak ngerti makanan enak.’
Kayaknya sampai saat ini aku termasuk satu dari segelintir
orang yang nggak mengerti apa enaknya kupang lontong. Hampir semua orang yang
aku temui sangat suka dengan kupang lontong. Mereka bilang, ‘Wuih rasanya itu
enak banget!’ Atau bilang, ‘Aku gak paham kenapa kamu gak suka makanan enak
itu!’ Tapi, semakin aku mau mencoba lagi, semakin aku terbayang-bayang
pengalaman pertama yang enggak enak itu.
Mungkin, cara aku ngeliat orang yang suka kupang lontong
kayak cara orang ngeliat aku yang suka makan durian, sementara mereka tidak. Tidak
semua makanan yang kita anggap enak dianggap enak oleh orang lain. Begitu pula
sebaliknya. Inilah indahnya perbedaan, indahnya kebebasan dalam mencintai
makanan. Setiap orang punya makanan yang mereka suka atau tidak sukai sendiri. Oh,
kecuali durian. Seharusnya, semua orang suka durian.
Ada kupang lontong baru buka di daerah blimbing.
BalasHapusJl. Simpang borobudur 2 no 5, malang
perlu dicoba !! mantap gan .
Ini bukannya yang di novelnya raditya dika ya mbak? Wkwkwk
BalasHapusIni bukannya yang di novelnya raditya dika ya mbak? Wkwkwk
BalasHapus