Minggu, 11 Maret 2012

Kupang Lontong Malang


Sama dengan selera musik, selera makan memang berbeda antara satu orang dengan lainnya. Bagi aku, satu potong ayam balado di warung padang pinggir jalan jauh lebih enak dibandingkan braised veal cheek with tao cheo chinese miso garlic and grilled polenta cake yang aku makan di salah satu restoran terkenal di Jakarta.

Ketika di Bali, kakak aku ngajak makan di Handkase mit Musik. Kalau diterjemahkan, ini berarti Handkase dan musik. Handkase itu makanan khas Frankfurt berupa keju yang dibuat dengan satu tangan dan diasinkan. Makanannya dengan cacahan bawang putih yang ditaburkan di atasnya. Gabungan antara keju dan bawang putih ini akan menimbulkan ‘musik’ berupa kentut.

Tetap, buat aku, satu bungkus gado-gado terasa lebih enak dari Handsake mit Musik. Bagi orang lain, ayam balado jauh dari braised veal, dan gado-gado juga kebanting dengan Handkase mit Musik. Selera orang berbeda-beda.


Sama halnya dengan durian. Aku adalah penggemar durian nomor satu di dunia. Buat aku, daripada ngasih bunga, di hari Valentine cowok seharusnya memberikan durian kepada ceweknya. Buat apa cowok ngasih bunga ke cewek? Bunga gak bisa dimakan berduaan. Beda kalau durian. Dengan ngasih durian ke si cewek, cowok bisa pacaran sambil makan durian bareng.

Aku suka durian dalam bentuk apa pun: mentah, dibakar, atau pun dimakan dengan ketan. Makanan berbahan dasar durian yang paling aku suka adalah pancake durian medan. Durian yang diolah menjadi kue pancake ini dikasih krim dan akhirnya dibungkus dengan lapisan pandan. Buat aku, makan pancake durian itu kayak mati keenakan, masuk surga, lalu di surga dikasih pancake durian lagi, lalu mati lagi, begitu seterusnya.

Tapi, karena baunya, ada juga beberapa orang yang tidak suka durian. Contohnya, di Bangkok banyak hotel yang melarang durian dibawa masuk. Sewaktu aku nginep di Pekanbaru, mbak-mbak resepsionisnya juga ngasih tahu bahwa durian tidak diperbolehkan masuk ke hotel tersebut.

Perbedaan selera makan itu aku rasain betul dengan teman kampus aku, Esti. Saat itu, September 2011, aku lagi duduk santai di lobby kampus. Esti muncul dari pintu masuk lobby, nyamperin aku dengan muka yang sangat senang. Sambil menghela napas puas, dia bertanya, ‘Yu, tau gak aku abis makan apa?’

‘Apaan?’

‘Kupang lontong, makanan enak abis. Ada di kantin Fakultas Teknik.’

‘Apaan tuh? Beneran enak kah?’

‘Huidihhh.’ Esti merem-melek sebentar. Lalu, dia memberikan dua jempolnya, ‘ENAK ABIS!’

Ketika seseorang menyempatkan diri sebentar untuk merem-melek sebelum akhirnya bilang ‘enak abis’, pasti makanan tersebut memang beneran enak.

Karena aku orangnya gampang penasaran, sepanjang hari aku membayangkan seperti apa rasa makanan bernama kupang lontong. Terngiang-ngiang di kepala aku: kupaanngg lontongggg… kupaannngg lontonggg. Pas malem-malem mungkin aku ngingo, ‘Kupang…. Sini Kupang…, ayo… sini.’

Keesokan harinya, dengan rasa penasaran yang sangat tinggi, aku ke Fakultas Teknik untuk melihat keberadaan kupang lontong tersebut. Pas aku nyampe di sana, ternyata tempat jualan kupang lontong ini adalah sebuah warung makan seperti kaki lima. Hanya ada satu meja yang terisi, aku mendekati penjualnya yang bertubuh gemuk dan berambut pendek.

‘Mbak, kupang lontongnya satu!’ seruku yakin.

Si Mbak hanya mengangguk dan mulai meracik makanannya. Tampaknya dia sering mendengar orang memesan seperti ini.

Terus terang, saat aku memesannya pun aku gak tahu wujud asli kupang lontong. Menurut logika sederhana aku: kupang lontong adalah lontong dari daerah Kupang. Ketika makanan sudah dihidangkan, aku melihat ada lontong dengan benda kecil-kecil mirip upil yang ditaruh di sekeliling lontong tersebut. Aku menerka benda apakah ini, sambil menyentuhnya. Ternyata licin dan baunya amis banget. Si Mbak yang melihat aku langsung bilang, ‘Itu kupang, Mbak. Kupang itu remis kecil. Sehat.’

Aku baru ngerti, ternyata kupang adalah nama binatang, yaitu sejenis remis atau kerang kecil. Aku mencoba mengendus-endus. Tapi, kenapa baunya amis gini? Penyek-penyek. Gigitan pertama… slurp. Terasa licin pas aku telan. Kalau Bondan Winarno abis makan enak bilang ‘Mak Nyus!’, aku yakin abis makan kupang ini dia akan teriak, ‘MAAAK, TOLONG MAKKK!’

Aku berusaha setengah mati menelan kupang lontong tersebut. Aku bingung, kenapa Esti bisa bilang makanan ini enak. Aku lihat ke meja belakang aku, ada seorang mas-mas dengan pacarnya lagi makan berdua. Mereka terlihat sangat menikmati makan kupang lontong. Aku menggeleng tidak percaya.

‘Enak, Mbak?’

Aku mengangguk.

‘Kalo enak, dimakan lagi dong, Mbak,’ kata si Mbak.

Aku melotot.

Dia menaruh lebih banyak kupang ke piring aku, ‘Monggo, Mbak.’

Aku makin melotot. Si Mbak nungguin aku makan.

Setelah tatap-tatapan cukup lama, akhirnya aku menyendokkan kupang ke mulut. Aku merasakan kupang-kupang itu menyentuh lidah, lalu aku menggeleng-geleng hebat.

‘Enak sekali ya, Mbak? Makannya sampai begitu?’ tanya dia.

Dengan kupang lontong masih penuh di dalam mulut, aku menjawab, ‘EWNWAKHH!!!’

Setelah menelan paksa seporsi kupang lontong ekstra kupang, aku kembali ke kampus. Aku protes sejadi-jadinya ke Esti atas rekomendasi yang dia berikan. Setelah mendengarkan aku ngomel-ngomel, respon Esti sederhana. Dia cuma bilang, ‘Kamu tuh gak suka soalnya cuma nyobain satu piring. Coba dulu dua piring, Yu. Pasti nagih.’

‘DUA PIRING DARI HONG KONG!’ sambarku sewot. ‘Satu sendok aja aku susah nelennya!’

‘Kamu tahu gak kupang makan apa?’

‘Apaan?’

‘Orang-orang itu biasanya mancing kupang pake kotoran manusia.’

‘Kenapa kamu gak bilang dari awal?!’

Esti cuma cengengesan. Lalu, sembari menepuk pundakku, dia berkata, ‘Payah kamu, Yu. Kamu gak ngerti makanan enak.’

Kayaknya sampai saat ini aku termasuk satu dari segelintir orang yang nggak mengerti apa enaknya kupang lontong. Hampir semua orang yang aku temui sangat suka dengan kupang lontong. Mereka bilang, ‘Wuih rasanya itu enak banget!’ Atau bilang, ‘Aku gak paham kenapa kamu gak suka makanan enak itu!’ Tapi, semakin aku mau mencoba lagi, semakin aku terbayang-bayang pengalaman pertama yang enggak enak itu.

Mungkin, cara aku ngeliat orang yang suka kupang lontong kayak cara orang ngeliat aku yang suka makan durian, sementara mereka tidak. Tidak semua makanan yang kita anggap enak dianggap enak oleh orang lain. Begitu pula sebaliknya. Inilah indahnya perbedaan, indahnya kebebasan dalam mencintai makanan. Setiap orang punya makanan yang mereka suka atau tidak sukai sendiri. Oh, kecuali durian. Seharusnya, semua orang suka durian.

3 komentar:

  1. Ada kupang lontong baru buka di daerah blimbing.
    Jl. Simpang borobudur 2 no 5, malang

    perlu dicoba !! mantap gan .

    BalasHapus
  2. Ini bukannya yang di novelnya raditya dika ya mbak? Wkwkwk

    BalasHapus
  3. Ini bukannya yang di novelnya raditya dika ya mbak? Wkwkwk

    BalasHapus